Rabu, 21 Desember 2016

Pandangan dan Implikasi Aliran Materialisme dalam Pendidikan



Pandangan Aliran Materialisme Dalam Pendidikan
Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Waini Rasyidin (1992) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialisme lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaa dan hasil pendidikan secara faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan yang dipergunakan dalam mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, ialah berdasarkan pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu psikologi aliran behaviorisme.
Behaviorisme yang berakar dari positivisme dan materialisme telah populer dalam menyusun teori pendidikan, terutama dalam teori belajar yaitu apa yang disebut dengan “conditioning theory” yang dikembangkan oleh E.L. Thorndike dan B.F. skinner.
Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah ahasil pembentukan melalui kondisi lingkungan. Yang dimaksud perilaku adalah hal-hal yang dapat berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebaga hasil belajar.
Implikasi Aliran Materialisme dalam Pendidikan
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme sebagai berikut:
a.    Tema
Manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama
b.    Tujuan pendidikan
Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks
c.    Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
d.   Metode
Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.
e.    Kedudukan siswa
Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar.
f.     Peranan guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

Sumber: Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar