Pandangan Aliran Materialisme Dalam
Pendidikan
Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep
pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Waini Rasyidin (1992) filsafat
positivisme sebagai cabang dari materialisme lebih cenderung menganalisis
hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaa dan hasil pendidikan secara
faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan yang dipergunakan dalam
mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, ialah berdasarkan
pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu psikologi aliran
behaviorisme.
Behaviorisme yang berakar dari positivisme dan materialisme telah
populer dalam menyusun teori pendidikan, terutama dalam teori belajar yaitu apa
yang disebut dengan “conditioning theory” yang dikembangkan oleh E.L.
Thorndike dan B.F. skinner.
Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah ahasil pembentukan melalui
kondisi lingkungan. Yang dimaksud perilaku adalah hal-hal yang dapat berubah,
dapat diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini
mengandung implikasi bahwa proses pendidikan menekankan pentingnya keterampilan
dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku
sosial sebaga hasil belajar.
Implikasi Aliran Materialisme dalam Pendidikan
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme
behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme sebagai berikut:
a. Tema
Manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan
terkontrol secara ilmiah dan seksama
b. Tujuan pendidikan
Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya,
untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks
c. Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan diorganisasi,
selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
d. Metode
Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR Conditioning),
operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan
kompetensi.
e. Kedudukan siswa
Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar.
Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut
untuk belajar.
f. Peranan guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses
pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
Sumber: Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar